Kamis, 26 Juli 2007

PERDA TRAFFICKING KALBAR MESTI SEGERA DISOSIALISASIKAN

Pontianak, 26/7 (ANTARA) - Rancangan Peraturan Daerah mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Orang, terutama Perempuan dan Anak yang telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Barat, pada Kamis, hendaknya segera disosialisasikan secara berjenjang hingga kepada lapisan masyarakat di tingkat pedesaan.

Anggota tim penyusun naskah Perda, Kunthi Tridewiyanti, di Pontianak, menyatakan, sosialisasi berjenjang dimulai dari jajaran pemerintah provinsi, kabupaten/kota, hingga di tingkat kecamatan, kelurahan atau desa guna mencegah masih maraknya perdagangan orang karena ulah aparat pemerintah.

Ia menyatakan, munculnya kasus perdagangan orang, terutama perempuan dan anak di Kalbar, tidak terlepas dari "jasa" aparat di daerah yang menggampangkan dalam pengurusan kartu identitas seperti kartu tanda penduduk (KTP). "Mencuri" (menambahkan) umur atau menjadi warga desa itu padahal merupakan pendatang, merupakan praktek yang biasa terjadi dalam pembuatan KTP.


Karena itu, sebagai salah seorang penyusun naskah itu, Kunthi yang juga Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender se-Indonesia mengingatkan agar pemerintah provinsi Kalbar segera melakukan sosialisasi Perda Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Orang terutama Perempuan dan Anak tersebut.


Kunthi yang ditemui seusai menghadiri Paripurna Pendapat Akhir Fraksi di DPRD Kalbar mengenai Perda perdagangan orang itu menyatakan sosialisasi berjenjang dilakukan guna mengetahui komitmen dari pemerintah kabupaten/kota terhadap masalah perdagangan orang yang terjadi di daerahnya.


Selain berjenjang kepada pemerintah daerah, sosialisasi juga mesti dilakukan pada lingkungan keluarga. Melalui bantuan kelompok pengajian, perkumpulan ibu-ibu, dll. Seperti yang dilakukan di Sulawesi Utara, sosialisasi perda serupa dilaksanakan di gereja-gereja dan rumah ibadah lainnya.


Menurut ia, permasalahan perdagangan perempuan dan anak merupakan persoalan yang rumit dan komplek. Sehingga perlu kerjasama semua pihak dan perhatian yang khusus.


Ia mencontohkan, di Sumatera Utara, Perda serupa telah berjalan optimal karena pemerintah setempat cukup respon. Telah dibangun kerjasama parapihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat (LSM) ikut berperan hingga ke luar negeri mengatasi masalah perdagangan orang tersebut.


Anggota tim penyusun naskah lainnya, Agustine Lumangkun, dari Pusat Studi Wanita (PSW) Universitas Tanjungpura Pontianak, menyatakan, penyusunan naskah perda tidak memakan waktu lama. Namun prosesnya yang berlangsung selama hampir dua tahun. "Ini hal yang wajar, karena merupakan suatu yang baru," katanya.


Kunthi Tridewiyanti, Agustine Lumangkun dan Tien Handayani (dosen Fakultas Hukum UI dan Univ. Pancasila Jakarta) diminta secara khusus oleh DPRD Kalbar untuk menyusun naskah Raperda Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Orang terutama Perempuan dan Anak di Kalbar tersebut.


Mereka melakukan studi banding, bersama DPRD Kalbar melakukan temuan atau dengar pendapat dengan LSM, aktivis dan para pihak terkait lainnya guna penyamaan persepsi. Perda yang merupakan usul inisiatif DPRD itu sempat pula menghadapi sandungan karena menunggu lahirnya Undang-undang No 21 tahun 2007.


Kalbar, menurut Dosen Fakultas Hukum UI itu, merupakan provinsi pertama di Indonesia yang dalam penyusunan Perda mengenai perdagangan orang, mengacu kepada UU No 21 tahun 2007. Selain Kalbar, Sumatera Utara dan Sulawesi Utara, juga telah memiliki Perda trafficking, namun baru akan menyesuaikan dengan UU No 21 tahun 2007 itu.


Isi dari Perda trafficking Kalbar, memuat jalur-jalur yang menjadi awal terjadi perdagangan orang. Meliputi jalur pengiriman tenaga kerja ke luar negeri dan pengantin pesanan ke Taiwan, Hongkong, dan Korea oleh warga Tionghoa dari Kota Singkawang.


Penyebab utama perdagangan orang, meliputi persoalan kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya lapangan pekerjaan dan minimnya akses informasi.


Sebanyak 8 fraksi di DPRD Kalbar, menyatakan menerima dan menyetujui ditetapkan Raperda Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Orang terutama Perempuan dan Anak tersebut. Fraksi-fraksi juga menyarankan Pemprov Kalbar sesegara mungkin melaksanakan sosialisasi.


Sementara itu, Sekretaris Daerah Pemprov Kalbar, Syakirman, menyatakan sosialisasi dimulai pada instansi terkait di lingkungan pemprov Kalbar dan akan dibentuk tim untuk turun ke kabupaten/kota.

Tidak ada komentar: