Oleh: Teguh Imam Wibowo
Pontianak, 11/7 (ANTARA) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Pontianak menolak salah satu rekomendasi Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) kepada Presiden agar kasus-kasus yang melibatkan kepala daerah tidak diizinkan untuk diekspos ke publik demi menjaga citra dan legitimasi Pemerintah di mata masyarakat yang cenderung merosot dalam beberapa tahun terakhir.
"Publik berhak untuk tahu dan hal itu tidak dapat dihindari," kata Sekretaris AJI Pontianak, M Aswandi di Pontianak, Rabu.
Ia menambahkan, menjadi resiko seorang pejabat publik untuk mendapat perhatian yang lebih besar dari masyarakat termasuk hal-hal pribadi meski secara etis kurang tepat.
Menurut dia, apabila pejabat publik yang bersangkutan tidak melakukan kesalahan dan melanggar aturan hukum yang berlaku, tentu tidak perlu merasa ketakutan apabila mulai "bersentuhan" dengan aparat penegak hukum.
"Rekomendasi yang ingin memperbaiki citra pemerintah di mata masyarakat itu dapat berbalik menjadi semakin menjatuhkan citra pemerintah," ujar kontributor salah satu media elektronik nasional itu.
Hal itu, lanjut Aswandi, menunjukkan bahwa masyarakat sudah jenuh dan bosan dengan sikap pejabat publik yang memanfaatkan jabatan dan kewenangannya untuk kepentingan pribadi maupun segelintir orang.
"Seharusnya, pejabat publik meniru rekan mereka yang memang memiliki prestasi di tingkat lokal maupun nasional dalam memimpin daerah serta pemberantasan korupsi. Bukan menyalahkan proses penegakan hukum," katanya.
Ia juga mengingatkan media massa untuk mematuhi etika jurnalistik seperti hanya mencantumkan inisial nama seseorang yang diduga melakukan kejahatan hingga putusan yang sifatnya tetap.
"Konsistensi untuk hanya mencantumkan inisial sepatutnya dilakukan media massa dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah," kata Aswandi.
Sebelumnya, dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) APPSI di Pontianak yang berlangsung 9-11 Juli, salah satu rekomendasi tersebut terkait dengan maraknya kepala daerah yang diduga melakukan tindak pidana.
Sekretaris Jenderal (Sekjend) APPSI, Yeremias T Keban, usai Rakernas mengatakan, ekspos ke publik disarankan ditunda hingga kasus dimaksud memenuhi syarat untuk diajukan ke pengadilan dan pelakunya ditetapkan sebagai terdakwa.
Menurut dia, gencarnya penegakan hukum dalam membasmi korupsi di daerah membuat Gubernur maupun Bupati/Walikota kesulitan untuk mengambil kebijakan yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Dukungan dari Presiden terkait dengan rekomendasi tersebut dapat berupa Instruksi Presiden (Inpres) atau sejenisnya yang mendukung kepala daerah dalam mengembangkan kreatifitas untuk membangun daerah masing-masing.
Yeremias yakin keinginan APPSI tersebut tidak akan memperburuk citra pemerintah di mata masyarakat.
Ia mencatat setidaknya terdapat empat gubernur yang masih tersangkut kasus dugaan korupsi seperti Usman Ja'far (Kalbar), Mardiyanto (Jawa Tengah), Ali Mazi (Sulawesi Tenggara) dan Danny Setiawan (Jawa Barat).
Ketua Umum APPSI, Sutiyoso di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat pembukaan Rakernas APPSI di Pontianak, Senin (9/7) meminta adanya kebijakan khusus dalam penanganan korupsi yang diduga melibatkan kepala daerah.
Ia mengatakan, dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan kepala daerah, cenderung menimbulkan pemberitaan yang tendensius.
"Permasalahan timbul saat pada penanganan korupsi disambut politisasi yang berujung tendensius serta memperkeruh suasana sehingga menimbulkan ketidakstabilan dan ketidakefektifan pemerintahan di daerah," ujar Sutiyoso.
Rabu, 11 Juli 2007
AJI PONTIANAK KECAM REKOMENDASI RAKERNAS APPSI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar