Kamis, 13 September 2007

WWF: PEMERINTAH MULAI PERHATIAN PRINSIP DAN KRITERIA RSPO

Pontianak, 13/9 (ANTARA) - World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia di Kalimantan Barat menyatakan Prinsip dan Kriteria "Rountable on Sustainable Palm Oil" (P n C RSPO) kini mulai mendapat perhatian dari pemerintah sebagai prinsip yang paling ideal untuk mencapai kondisi lestari dari industri kelapa sawit.

Hal itu ditunjukkan dengan keikutsertaan lembaga pemerintah seperti Dinas Perkebunan provinsi, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kalimantan Barat dan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, dalam sosialisasi dan promosi P n C RSPO di Pontianak 11 September , kata Haryono, Forest Conversion Programe Officer WWF Kalimantan Barat, di Pontianak, Kamis.

Haryono menyatakan, P n C RSPO saat ini diyakini merupakan prinsip paling ideal dengan delapan prinsip dan 39 indikator, yang meliputi dimensi hukum, tanggung jawab lingkungan atau ekologi, tenaga kerja dan sosial, dan komitmen ekonomi jangka panjang, untuk mencapai kondisi lestari dari industri kelapa sawit.

Menurut dia, beberapa lembaga yang berkaitan langsung dengan produksi minyak sawit pada tahun 2002 berupaya dapat mempromosikan pengembangan dan penggunaan "sustainable palm oil" melalui kerja sama dalam mata rantai pasok (supply chain) dan dialog terbuka dengan pemangku kepentingan dalam sebuah wadah RSPO.

Upaya itu dilatarbelakangi oleh banyaknya persoalan di dalam industri kelapa sawit. Persoalan itu, mulai dari rendahnya produktivitas kebun, isu konversi hutan, kebakaran lahan, konflik dengan satwa liar dan ketidakadilan tenaga kerja dan masyarakat lokal, kampanye anti sawit oleh beberapa (LSM sampai penolakan pasar beberapa negara Eropa pada produk CPO Indonesia.

Lembaga-lembaga yang menjadi inisiator untuk minyak sawit lestari/sustainable palm oil (SPO) adalah Aarthus United UK, Golden Hope Plantations Berhad, Migros, Sainsbury, Unilever dan WWF.

Selain itu, pada tahun 2004, P n C RSPO mulai dibahas dan pada tahun 2005, P n C RSPO telah diadopsi oleh anggota dan sampai tahun 2007 ini disepakati sebagai tenggat percobaan dari P n C yang dihasilkan.

P n C RSPO sebenarnya sebagian telah sejalan dengan kebijakan pemerintah baik itu undang-undang, keputusan menteri ataupun analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal).

P n C RSPO telah menggabungkan prinsip-prinsip hukum, transparansi usaha, pengunaan praktek terbaik pada pengelolaan, aspek perencanaan usaha, tanggung jawab terhadap lingkungan dan konservasi sumber daya dan keanekaragaman hayati, dan aspek sosial dan ketenagakerjaan.

Sosialisasi P n C RSPO yang baru lalu dan menyertakan wakil pemerintah daerah Kalbar dariDinas perkebunan dan lembaga penelitian PPKS Medan, sebagai pemangku kepentingan utama kemajuan industri kelapa sawit di Indonesia.

"Semua pihak yang terlibat dalam sosialisasi, berupaya mendukung dengan turut mempromosikan paket-paket teknologi terbaik yang mendukung aspek teknis di dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit," katanya.

Keanggotaan RSPO, menurut ia, berasal dari bidang usaha yang terkait dengan kelapa sawit. Klasifikasi anggota biasa berasal dari; perkebunan kelapa sawit, pabrikan minyak sawit atau pedagang, perusahaan consumer goods, pedagang eceran (retailer), bank dan investor, environmental/nature conservation NGO dan social/ developmental NGO.

Sementara klasifikasi anggota afiliasi dapat berasal dari semua pihak yang tidak terlibat dalam bisnis diatas namun memiliki ketertarikan pada P n C RSPO, semisal universitas, lembaga riset, donor ataupun sponsor.

Namun ia menambahkan, sayangnya keanggotaan dari Indonesia masih terbatas sejumlah 19 anggota dan ironinya tidak satu pun keanggotaan tersebut yang berasal lembaga riset pemerintah, maupun universitas, BUMN perkebunan.

"Kondisi ini dapat terobati dengan turut berperan aktif dalam mensosialisasikan P n C RSPO yang telah dihasilkan," katanya.


Foto by : National Geographic

Tidak ada komentar: